Siti Manggopoh
Siti Manggopoh (lahir 1 Mei 1880 – 22 Agustus 1965) adalah seorang pejuang perempuan heroik dari Manggopoh, Lubuk Basung, Agam, Sumatera Barat. Ia dikenal sebagai “Singa Betina dari Ranah Minang” karena perlawanannya yang gigih terhadap kolonial Belanda, terutama dalam Perang Belasting (Pajak) pada tahun 1908.
Kisah heroik Siti Manggopoh bermula dari kemarahannya terhadap kebijakan pajak uang (belasting) yang diterapkan Belanda di Minangkabau. Kebijakan ini dianggap melanggar adat Minangkabau karena tanah adalah kepemilikan komunal atau kaum. Pajak yang mencekik rakyat ini, termasuk pajak kepala, pajak pemasukan barang, pajak rodi, pajak tanah, dan berbagai pungutan lainnya, membuat harga diri masyarakat Minangkabau terinjak-injak. Pada 16 Juni 1908, meletuslah Perang Manggopoh, yang juga dikenal sebagai Perang Belasting, bersamaan dengan Perang Kamang. Siti Manggopoh bersama suaminya, Rasyid, dan 12 pemuda militan lainnya membentuk badan perjuangan yang terdiri dari 14 orang.
Salah satu aksi heroiknya adalah penyerbuan markas Belanda pada malam hari tanggal 15 Juni 1908. Siti Manggopoh menjadikan dirinya sebagai umpan dan menyusup ke markas Belanda yang sedang mengadakan perjamuan. Setelah berhasil masuk, ia memadamkan lampu dan memberikan tanda kepada para pejuang yang sudah bersiaga di luar. Dengan siasat ini, Siti Manggopoh dan pasukannya berhasil menewaskan 53 serdadu penjaga benteng Belanda. Meskipun memiliki konflik batin antara rasa keibuan terhadap anaknya, Dalima, dan panggilan jiwa untuk membebaskan rakyat dari kezaliman Belanda, Siti Manggopoh memilih untuk berjuang. Setelah penyerangan, ia membawa anaknya melarikan diri ke hutan selama 17 hari. Namun, Siti Manggopoh dan suaminya akhirnya ditangkap Belanda. Suaminya dibuang ke Manado, sementara Siti Manggopoh dibuang ke Padang Pariaman, lalu ke Padang, dan dipenjara selama 14 bulan di Lubuk Basung, 16 bulan di Pariaman, serta 12 bulan di Padang.
Baca selengkapnya di Wikipedia.