Sutan Syahrir
Sutan Syahrir, lahir pada 5 Maret 1909 di Padang Panjang, Sumatera Barat, adalah seorang intelektual, perintis, dan revolusioner kemerdekaan Indonesia. Sejak muda, Syahrir telah menunjukkan ketertarikan pada dunia politik dan pergerakan nasional. Berbeda dengan beberapa rekannya, ia tidak mendukung Jepang selama masa pendudukan dan justru aktif membangun jaringan gerakan bawah tanah anti-fasis. Syahrir meyakini bahwa Jepang tidak akan memenangkan perang, sehingga kaum pergerakan harus mempersiapkan diri untuk merebut kemerdekaan pada saat yang tepat. Aktivitasnya ini membuatnya ditangkap dan diasingkan oleh pemerintah kolonial Belanda ke Boven Digoel dan Banda Neira.
Setelah proklamasi kemerdekaan, Sutan Syahrir memainkan peran krusial dalam membangun fondasi pemerintahan Indonesia. Ia diangkat sebagai Perdana Menteri pertama Indonesia pada 14 November 1945, menjadikannya perdana menteri termuda di dunia saat itu. Syahrir dikenal sebagai diplomat ulung yang berjuang di ranah internasional untuk mendapatkan pengakuan kedaulatan Indonesia. Puncak keberhasilannya dalam diplomasi adalah Perjanjian Linggarjati, meskipun perjanjian ini juga menuai kritik. Ia juga berperan penting dalam meyakinkan Dewan Keamanan PBB untuk mengakui Indonesia, sebuah momen penting dalam diplomasi Indonesia.
Sutan Syahrir ditetapkan sebagai salah seorang Pahlawan Nasional Indonesia pada tanggal 9 April 1966 melalui Keppres nomor 76 tahun 1966. Ia meninggal dunia pada 9 April 1966 di Zurich, Swiss, setelah sebelumnya ditangkap dan dipenjarakan tanpa pengadilan pada tahun 1962. Jenazahnya kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.
Untuk informasi lebih lanjut, Anda dapat mengunjungi halaman Wikipedia Sutan Syahrir: [https://id.wikipedia.org/wiki/Sutan_Sjahrir]